Alkisah
ada sebuah cerita yang menggambarkan betapa dekatnya Tuhan dengan manusia. Namun
seringkali kita sebagai manusia tidak menyadari hal itu. Dan tidak jarang pula
kita memaksa diri bahwa rencana manusia adalah yang terbaik daripada rencana-
Nya. Cerita dibawah ini akan menggambarkan bukti bahwa pendapat itu merupakan
kesalahan terbesar dan mengingatkan kita bahwa rencana Tuhan adalah yang
terbaik untuk manusia.
Alkisah
ada seorang raja yang gemar berburu binatang di hutan. Dia selalu ditemani oleh
pengawal setianya. Kebetulan pengawal setianya itu senang berucap, “Apapun yang
terjadi, inilah yang terbaik”. Sang raja menyukai pengawal itu karena dianggap
sangat bijaksana dengan selalu berkata seperti itu. Suatu saat sang raja berkelana
di hutan dengan pengawalnya itu untuk berburu rusa. Setelah berjam- jam
berburu, binatang yang didapat hanyalah seekor babi hutan, terlintas kekecewaan
di raut muka sang raja, namun pengawalnya berkata, “Apapun yang terjadi, inilah
yang terbaik”. Kemudian mereka pulang ke istana dengan membawa hasil buruan apa
adanya. Keesokan harinya, mereka kembali ke hutan untuk berburu rusa. Tetapi
lagi- lagi yang didapat jauh dari harapan, panah sang raja hanya mengenai
seekor kelinci. Raja kecewa lagi karena belum bisa mendapat buruan yang
diinginkan. Seperti biasa pengawal ini berkata hal yang sama, “Apapun yang
terjadi, inilah yang terbaik, Tuan.” Walaupun kecewa dengan hasil tangkapannya,
sang raja hanya mengangguk setelah mendengar ucapan pengawalnya itu dan kembali
ke istana.
Pada hari berikutnya, sang raja
berniat kembali ke hutan dan tak tanggung- tanggung ia bertekad untuk
mendapatkan buruan seekor harimau. Sungguh ambisi yang begitu besar yang muncul
di hati sang raja kali ini. Seperti biasa, pengawalnya selalu ada di belakangnya.
Mereka menelusuri hutan selama berjam- jam namun buruannya tak juga tampak.
Akhirnya sang raja kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Disaat
mereka beristirahat di balik sebuah pohon yang teduh, secara tiba- tiba seekor
harimau buas muncul dan menerkam sang raja. Raja terkejut dan berusaha mati-
matian melawan terkaman harimau buas itu. Pengawalnya pun juga berusaha sekuat
tenaga melepaskan rajanya dari amukan harimau itu. Akhirnya, pengawal itu
berhasil melukai, memukul mundur harimau dan membebaskan rajanya. Namun sang
raja terluka parah, si pengawal melihat kaki raja yang berlumuran darah dan di
ketahui jempol kakinya putus karena amukan sang harimau. Sang raja saat itu
langsung jatuh pingsan karena banyak mengeluarkan darah. Ia harus segera
dilarikan kembali ke istana untuk mendapatkan perawatan intensif. Setelah
siuman, sang raja pun mengetahui bahwa ia sudah kehilangan jempol kaki
kanannya. Ia merasa kecewa dan sedih, buruan tak di dapat malah harus
kehilangan salah satu bagian tubuhnya. Kemudian, pengawalnya menghampirinya dan
berkata, “Apapun yang terjadi, itulah yang terbaik, Tuan.” Mendengar ucapan
pengawal itu, sang raja yang sedih itu berubah menjadi marah dan menyuruh pengawal
itu keluar ruangan dan membiarkan sang raja sendirian.
Selang beberapa hari, sang raja sudah
merasa kuat untuk kembali berburu di hutan. Namun kali ini tanpa sepengetahuan orang-
orang istana termasuk pengawal setianya. Dia berjalan mengendap- endap keluar
istana supaya tidak ada yang mengikutinya ke hutan. Sesampainya di hutan, sang
raja memulai aksi perburuannya. Lagi- lagi setelah berjam- jam, tak satupun
buruan didapatnya. Kemudian ia berteduh di sebuah pohon besar untuk sejenak
beristirahat. Tidak disangka, beberapa orang pedalaman muncul dan mengepung sang raja. Mereka tampak tidak bersahabat.
Sang raja berusaha berkomunikasi untuk meyakinkan mereka bahwa ia hanya lewat
untuk berburu binatang. Namun mereka tidak mengerti bahasa yang digunakan sang
raja. Mereka kemudian dengan bringas menyergapnya dan dibawa ke pemukiman suku
pedalaman. Kemudian sang raja dihadapkan kepada kepala suku. Orang- orang
pedalaman itu berniat untuk menjadikan raja sebagai korban persembahan bagi
para dewa. Raja itu diikat dan siap untuk dikorbankan. Namun kepala suku melihat
hal yang tidak biasa pada tubuh raja itu. Kepala suku menyadari bahwa tubuh
raja itu tidaklah sempurna karena salah satu bagian tubuhnya tidak ada. Jempol
kaki kanannya telah hilang. Maka raja itu tidak layak dijadikan korban
persembahan bagi para dewa. Kemudian raja itu dilepaskan dan dibebaskan begitu
saja. Ia berlari keluar hutan dan berhasil kembali ke istananya. Sesampainya di
istana sang raja menceritakan semua kejadian yang menimpanya kepada istrinya
dan para pengawalnya. Sang raja merasa sangat lega dan senang karena bisa
kembali dengan selamat walaupun sempat ditahan oleh suku pedalaman. Sering
terlihat tawa sang raja saat bercerita pengalamannya itu. Pengawalnya kemudian
menghampiri sang raja dan berkata “sudah kah tuan bersyukur atas keselamatan
yang tuan terima? Semua peristiwa yang tuan alami adalah rencana Tuhan yang
terbaik. Coba bayangkan bila tuan mengajak hamba berburu, pasti hambalah yang
akan ditahan oleh orang pedalaman itu dan dijadikan korban persembahan karena
hamba mempunyai organ tubuh yang lengkap. Terpujilah Tuhan atas semua kehendak-Nya.” Sang raja itu termenung dan baru menyadari
apa yang sering dikatakan pengawalnya, bahwa yang terbaik adalah kehendak
Tuhan, bukan kehendak manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar