welcome

Jumat, 21 Desember 2012

ILUSTRASI SINGKAT TENTANG SURGA


Ada ilustrasi singkat tentang Surga. Seperti layaknya kita ketahui bahwa tak satu pun manusia pernah menjelaskan dan mendiskripsikan keadaan Surga secara detail. Surga adalah rahasia sang Pencipta dan hanya manusia yang mempunyai catatan baik dibumilah yang berhak masuk gerbang Surga. Banyak kepala berarti banyak pula pendapat tentang Surga. Setiap manusia mempunyai gambaran sendiri- sendiri tentang itu. Aku ingin memetik sebuah ilustrasi dan belum tentu benar adanya. Namun ada banyak nilai-nilai yang bisa kita petik dan pelajari.

Ada ilustrasi yang berpendapat bahwa di dalam Surga, tangan orang- orang tidak mempunyai mempunyai siku. Memang terdengar janggal dan banyak menimbukalan pertanyaan. Lantas kenapa mereka tak mempunyai siku?  Dari pertanyaan tersebut akan terjawab oleh satu jawaban yang begitu sederhana namun mempunyai makna yang mendalam. Jawabannya ialah supaya mereka dapat saling menolong satu sama lain. Tanpa siku berarti mereka tak dapat melakukan aktivitas secara individu. Tanpa adanya siku mereka tak dapat makan, minum, memakai baju sendirian. Mereka harus saling membantu dan menolong supaya kebutuhan mereka bisa terpenuhi.

Tujuan dari ilustrasi ini adalah supaya kita dapat meneladaninya. Bukankah di dunia ini kita tak hidup sendiri. Kita berdampingan dengan jutaan bahkan milyaran orang dengan berbagai sifat dan watak. Setidaknya marilah kita mencoba untuk saling menghormati dan menghargai. Tak ada salahnya kita berbuat demikian. Lepaskan semua kepentingan pribadi yang memicu perselisihan dan junjunglah tinggi kepentingan yang bersifat bersama.

Ilustrasi ini mengajak anda sang pembaca untuk mengerti arti dari saling menolong. Sudah kodrat manusia itu sendiri untuk hidup saling membutuhkan. Dari ilustrasi ini kita bisa sadar bahwa pentingnya saling tolong menolong. Binatang saja yang hanya berbekal naluri bisa saling menolong, kenapa kita sebagai manusia yang dilengkapi dengan akal dan budi tak bisa saling menolong?

Senin, 03 Desember 2012

Hello December, Long Time No See.


Hello Desember, apa kabar?
Sudah lama kita tak bertemu
Hanya sebulan kita bersama
Namun sangat lama engkau pergi

Aku punya banyak cerita untukmu
Saat aku tidak menghirup udaramu
Banyak rintangan dan kejayaan
Banyak jeritan maupun tawa

Sekarang kita telah bersama lagi
Mari nikmati waktu- waktu bersama
Karena aku tahu kamu akan segera pergi lagi
Namun ku percaya, kamu pergi untuk kembali J

Desember 2, 2012
21:16 WIB
Home Sweet Home, Temanggung.

Minggu, 04 November 2012

KEJI DAN BENAR


robohkan setiap sarang kegelapan
tiupkan cahaya penerang ke segala penjuru
supaya setiap perilaku tikus-tikus got terlihat jelas
kebusukan akan tersorot oleh semua mata

kekejian dan kebenaran masih menjadi misteri
kebenaran seharusnya bukanlah kekejian
tetapi kekejian adalah keadaan yang dianggap benar saat ini
kita seperti berdiri di bawah bayangan kelam
tak sadarkan diri mengikuti jejak- jejak itu

kita memikul tugas dan amanat berat
kita harus memecahkan rantai kekejian itu
selamatkan bangsa yang terseok- seok ini
segala cara harus digalakan ramai-ramai

enyahkan mereka dengan siasat jitu
bongkar setiap rencana busuk dari otak mereka
wujudkan dunia tanpa tawa picik mereka
ciptakan keadaan indah dan lebih baik untuk bangsa.

Rabu, 17 Oktober 2012

PENONTON VS IBU


Api membara dari rumah ke rumah. Terlihat banyak orang berusaha memadamkam si jago merah dengan berbagai cara. Ada yang mondar- mandir dengan paniknya melawan api. Tak perduli panasnya api bisa melelehkan kulit mereka. Mereka berhasrat mematikan api sebelum membesar dan menyambar ke rumah lainnya. Walaupun terkadang usaha mereka seperti menjaring angin. Air seember tak sebanding dengan kuatnya api yang begitu besar. Terkadang air yang mereka siramkan tak sampai ke sumber api. Namun yang terpenting mereka sudah berusaha.
Di sisi lain, ada orang- orang yang hanya jadi penonton. Mendekati api pun mereka enggan. Mereka hanya berani melihat api yang membara dari kejauhan di tempat yang terasa aman. Mencari tempat yang strategis dengan sudut pandang yang terbaik untuk melihat peristiwa langka ini. Tak jarang mereka tertawa kagum melihat api yang semakin membesar. Mereka seperti mendapat hiburan gratis penghilang stress. Tak heran mereka berfoto-foto berlatarbelakangkan api merah yang mengamuk. Api yang semakin membesar sebanding dengan tingkat kegirangan mereka. Mereka terkesan acuh, bahkan sebenarnya merekalah yang menghambat pemadaman api, sang regu pemadam yang datang harus terhalang oleh kerumunan penonton.
Terlihat juga ada seorang ibu yang meronta-ronta dan menjerit histeris di sekitar api. Banyak orang yang menahan ibu itu. Tak jarang ibu itu terhempas  ketanah mengikuti air matanya yang terjatuh. Sesekali ibu itu lolos dari cengkram orang- orang dan menuju ke api itu. Entah apa yang dipikirkan oleh sang ibu itu. Begitu beraninya dia ingin menerobos ke rumahnya yang sudah menjadi dinding api. Beruntung dia masih terkejar dan tertahan lagi. Perlawanan terus dia lakukan untuk masuk ke api itu. Tak berdaya dia lemas di tepi api yang panas. Dia terpaksa menunggu sang api puas menghancurkan rumahnya jadi puing- puing berasap.  Akhirnya semua rata dengan tanah. Tim SAR menulusuri puing- puing dengan hati- hati. Sampai akhirnya tim SAR membawa kantong mayat dari bawah puing- puing. Diketahui mayat itu adalah bayi dari ibu yang meronta- ronta tadi. Terjawab sudah kenapa ibu itu ngotot ingin menembus api. Itu karena ada sesuatu yang berharga di dalam api itu. Ada sesuatu yang tak berdaya dan butuh bantuan di dalamnya.
Ini adalah ilustrasi yang terpapar untuk mengingatkan kita akan hal yang berharga di sekitar kita. Tentunya banyak hal yang berharga di sekitar kita baik yang kita sadari maupun tidak. Namun marilah kita fokus pada lingkungan hidup. Apa artinya kita sebagai manusia tanpa lingkungan hidup atau yang sering kita sebut sebagai “sang alam”. Namun manusia sering lupa akan jasa- jasa yang diberi oleh sang alam. Banyak kita lihat di kota kita masing- masing. Pohon- pohon dirobohkan hanya untuk proyek pelebaran jalan dan pembangunan gedung- gedung untuk kepentingan meraup uang. Semua tergantung kepada kalian semua. Ingin jadi “penonton” yang hanya melihat pepohonan ditebang secara membabi buta tanpa melakukan apa- apa, atau ingin menjadi seorang “ibu” yang merasa ada sesuatu yang sangat berharga untuk diselamatkan. Ingatlah, hanya perlu beberapa menit untuk merobohkan pohon, namun perlu diketahui kita butuh waktu bertahun- tahun untuk membesarkan satu pohon.
SAVE OUR TREES.

Rabu, 29 Agustus 2012

Teka- teki Kehidupan



Kehidupan penuh dengan misteri
Tak ada satu pun yang bisa menebak
Apa yang akan terjadi di hari esok
Akan kah datang bencana
Atau kah akan datang pesta pora

Manusia hanya bisa meraba-raba tentang hari esok
Mungkinkah datang kesedihan
Yang memaksa kita untuk menangis
Atau mungkinkah akan datang sukacita
Yang menuntun kita untuk tertawa

Semua masih tertutup rapat
Dan menjadi sebuah teka-teki kehidupan.

Selasa, 21 Agustus 2012

Waktu Tak Akan Kembali


Waktu itu di kala matahari masih bersinar dengan sendu. Aku duduk termenung di antara tembok-tembok kamar yang menatap tajam diriku. Jendela bak menutup rapat kebeningannya, menghalangi sinar penerang masuk kedalam. Pintu seakan mengunci rapat- rapat dan menutup setiap rongga kecil sehingga tak ada kemungkinan bagiku untuk keluar. Lalu aku menatap jam yang tergantung di tembok, wajahnya pucat dan kaku. Entah kenapa kedua bola mataku tak bisa berpaling memandangnya. Aku dengar dia bersuara, pelan tapi pasti, “TIK…TIK…TIK…TIK…”. Suara itu menambah risau hatiku. Terlintas sekejap di pikiran, “Apakah detik waktu itu bisa berhenti sejenak menungguku? Apakah detik waktu itu bisa kuputar kembali ke masa- masa yang aku inginkan?” Namun jam tembok itu tak menjawabnya, dia tetap menggerakkan setiap detik waktu tanpa menghiraukan setiap pertanyaanku tadi. Dia tidak memperlambat detiknya dan juga tidak mempercepatnya. Namun, tak lama aku mendengar suara detik itu semakin keras, berusaha membangunkanku dari lamunan dan dari pertanyaan-pertanyaan bodohku. Dan aku berhasil tersadar, aku telah menyia-nyiakan waktu berdetik-detik hanya untuk memandang waktu yang terus bergulir tanpa melakukan sesuatu yang berguna. Walaupun pertanyaanku tak terjawab, tetapi aku yakin bahwa “WAKTU TAK AKAN KEMBALI”.

Senin, 20 Agustus 2012

TEMANGGUNG - AMBARAWA - SALATIGA


Temanggung - Ambarawa - Salatiga
Rute perjalanan yang penuh distorsi
Dimana bahaya sewaktu-waktu melirik
Siap menerkam tak pandang bulu

Pacu roda dua kecepatan tinggi
Melibas jalanan hempaskan debu
Berpacu dengan angin dan waktu
Pandangan kedepan pantang berkedib

Tak mengenal lelah maupun lengah
Aku tempuh dengan gagah berani
Demi mengejar ilmu, cinta dan cita
Untuk masa depan yang lebih cerah

THE ANTHEM


Luapan jiwa yang bergejolak
Tak mampu mereka dengarkan
Ide yang meledak- ledak di dalam otak
Memaksa coretan ini jadi pelampiasan

Mencoba mengabadikan setiap momen
Walaupun aku tahu tak akan ada yang abadi
Mencoba menorehkan semuanya yang terasa
Dalam sebuah tulisan yang lugas dan berani

Setiap coretan berbeda cerita
Tak akan pernah ada yang sama
Setiap puisi berbeda makna
Sesuai apa yang sedang hati rasakan

Aku bercerita tentang apa yang terjadi di sekitar
Kemudian melontarkan peluru- peluru kritik
Kepada mereka yang perlu tamparan untuk sadar
berharap mereka bertekuk lutut dan kembali membela rakyat

Menantang mereka demi sebuah keadilan
Itulah salah satu tujuan coretan ini
Membuat mereka gusar dan gelisah
Memaksa mengigit lidah mereka sendiri dan mati

Aku juga bercerita tentang eksotika cinta
Dimana aku terbang di tengah- tengah awan
Memandang rembulan yang tersenyum
Menikmati sinar bintang yang bertebaran

Aku bercerita tentang lika-liku kehidupan
Dimana roda pasti terus berputar
Menjalani sisa hidup dengan penuh syukur
Memandang hari esok dengan mata terbuka

Aku bercerita tentang pedasnya mengenal cinta
Belajar mengerti arti kata cinta
Memahami rasa tersiksa karena rindu
Melampaui batas pikiran anak Adam

Setiap kata keluar apa adanya
Seirama dengan apa yang terjadi
Percayai tak ada yang kekal di dunia
Namun berharap coretan ini bisa melegenda

Sabtu, 18 Agustus 2012

SARAPAN PAGI


NIKMATNYA SARAPAN DI PAGI HARI
SETELAH TERSADAR DARI INDAHNYA MIMPI
SAATNYA KEMBALI KEPADA REALITA HIDUP INI
AKU MENCOBA SISINGKAN LENGAN DAN JAJAKI
KEHIDUPAN SEKARANG DAN MASA DEPAN YANG PENUH MISI
TAK INGIN BIARKAN KREAVITAS DI DALAM OTAK MATI
LAKUKAN SESUATU DAN BERKARYA DI USIA DINI
BERHARAP SEMUA KARYAKU DAPAT DIHARGAI

Kamis, 16 Agustus 2012

Hiasan Terakhir




Aku mendengar jeritanmu malam itu
Menambah malam semakin mencekam
Lebih mencengkam dari kelamnya badai
Masih terngiang di kepala
tak mampu untuk melupakannya

Menyesal tak bisa melihatmu saat itu
Menemanimu di saat-saat terahkir
Menyesal tak bisa mengusap wajahmu
Mengurangi rasa sakit yang kau rasa

Surya terbit dengan pucatnya
Sepucat wajahku melihatmu terdiam
Matamu sayu tak berbicara
Berat untuk menerima kenyataan
Bahwa dirimu telah meninggalkanku

Memang tidak ada yang abadi
Namun ku mencoba mengabadikan
Semua kenangan tentang kita
Masa-masa saat kita masih bersama

Tidak ada kata terlambat
Kujadikan puisi ini
Sebagai hiasan terakhir
Untuk melepas kepergianmu


Tribute to my beloved dog “CIKO”

Sabtu, 04 Agustus 2012

NO EXTREMIST


Kamu yang berbeban berat
Kamu yang galau akan cinta
Kamu yang pening karena tugas menumpuk
Datanglah kepada kami disini

Lepaskan beban dipundakmu
Sesaat buang rasa sedihmu
Terbitkan sukacitamu
Berdansa bersama kami disini

Tak usau risau karena kamu berbeda
Karena disini kami semua tak ada yang sama
Banyak kepala banyak pikiran
Tetapi kami satu tujuan

Kalau kamu tak mampu menerima perbedaan
Jangan harap kami melirikmu
Kalau kamu berpikiran fanatik
Jangan harap kami menerimamu

Kami sudah damai dengan saling menghargai
Tak usah kamu mengusik kami dengan pahammu itu
Kami benci orang skeptik
Kami benci keseragaman

Kami tidak akan menginjak
Bila kami tak merasa terinjak
Kami simpan amunisi
Bila kamu tak menarik pelatukmu

Minggu, 01 Juli 2012

Dieng oh Dieng…

Visit Dieng 2012


Chapter 1: Welcome to Telaga Warna

Berangkat pagi benar kami menuju dieng. Dengan kendaraan roda dua kami membelah jalanan tak peduli kabut pekat yang menghadang kami. Semangat membara mampu melupakan rasa lapar karena berangkat tanpa memakan sebutir nasi. Namun logika harus terus dipakai, kami berhenti di kota tetangga bernama Wonosobo. Kota asri dengan penduduk yang ramah tamah. Kami berhenti di sebuah warung makan untuk mengisi perut. Jauh kami dari rumah, tak urung kami memesan nasi soto. Memakannya bersama-sama dengan penuh canda dan tawa menambah selera makan kami. Ditambah tempe kemul yang hangat khas kota ini, menambah lahap kami makan nasi soto ini. Setelah kami cukup sarapan, kami memulai perjalanan lagi karena Dieng sudah menunggu di sana. Lekas kami tancap gas ke tujuan. Disekitar, kami melihat hamparan pemandangan yang hijau menyegarkan mata. Gunung yang sebelumnya hanya bisa kami nikmati dari kejahuan dari kota asal kami, sekarang seakan ada di depan mata kami. Tangan ini seperti bisa menyentuh membelai pegunungan itu karena jarak yang begitu dekat. Sungguh karya Tuhan yang luar biasa. Sungguh benar disepanjang perjalanan kami disuguhkan dengan panorama indah memanjakan mata. Udara disana terasa sangat dingin. Namun begitu disayangkan, udara yang segar ternodai oleh polusi udara dari kenalpot kendaraan bermesin diesel pengangkut manusia.  Alam sudah memberikan begitu segarnya udara, kenapa harus dikotori ulah manusia.
          Sampailah kami di Dieng. Poster selamat datang bertuliskan “Welcome to Telaga Warna”, menambah rasa penasaran kami tentang ada apa di dalam sana. Tak membuang waktu, kami bergegas masuk melalui pintu utama. Kami melangkah dan tak lama kemudian kami melihat hamparan telaga yang sangat memukau. Dan bila diamati, telaga itu memang benar- benar berwarna, seperti namanya. Ada yang berwarnakan hijau dan ungu, sungguh sangat indah. Kami bersama- sama mengitari telaga itu. Menyusuri jalan setapak di sekeliling telaga. Tak lupa kami mengabadikan setiap momen berlatarbelakangkan telaga itu. Sungguh beruntung karena pada saat itu cuaca sangat mendukung. Mentari bersinar terang tanpa kawalan awan mendung. Namun udara masih terasa dingin dengan aroma belerang khas telaga yang terbentuk karena proses vulkanik.

Chapter 2: Top of The World      

Daerah Telaga Warna ini merupakan kawasan wisata yang terkenal. Banyak sekali wisatawan yang jauh- jauh datang untuk menikmati pamandangan. Kami juga menjumpai para petani yang beraktivitas mengairi lahan pertaniannya. Bekerja tak peduli lelah untuk mencari penghasilan dari hasil pertanian mereka. Sesaat kami ragu akan jalan setapak yang kami ambil, dari pada kami tersesat dan tak tau arah kami memutuskan untuk bertanya pada salah satu petani yang sedang duduk- duduk di tepi telaga. Kami bertanya, bapak petani menjawab dengan ramahnya. Dan tak disangka bapak petani itu berkenan untuk bangkit berdiri, melangkah dan menunjukan jalan. Kali ini bukan jalan untuk pulang tetapi jalan ke arah bukit yang menawarkan pemandangan yang katanya lebih indah. Kami mengikuti bapak petani itu menaiki bukit yang lumayan terjal. Sering kami istirahat untuk mengambil nafas karena memang jalannya cukup jauh dan terus menanjak. Tangan kami harus bergandengan untuk menaiki jalan batu satu dengan yang lain. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan. Akhirnya kami sampai di puncak bukit itu dan wow…benar sekali apa kata bapak petani itu. Di puncak itu mata kami bisa melihat hamparan pemandangan telaga dari atas. “We were like on the top of the world”. Mungkin itu adalah kata- kata yang bisa mewakili perasaan kami saat itu. Benar- benar pemandangan yang menakjubkan. Lelah dan letih seakan sirna dan senyum selalu muncul di wajah kami saat itu. Ingin rasanya berlama- lama di puncak menikmati angin yang meniupkan udara yang sangat segar. Namun apa daya kami tak punya waktu lama untuk bersantai diatas sana. Kami harus mengatur dan memanfaatkan waktu kami sebaik mungkin agar nanti kami tak kemalaman saat perjalanan pulang. Perlu di ketahui bahwa perjalanan pulang pada malam hari sangatlah berbahaya terlebih rute pulang melewati daerah kebun teh Tledung yang terkenal akan kabutnya yang pekat dan dingin yang turun setelah hari mulai petang. Kami bermaksud untuk menghindari kabut itu sehingga kami harus rela turun bukit karena waktu sudah menunjukan pukul 12.44 WIB. Akhirnya kami turun, masih dalam kawalan bapak petani tadi namun kami tidak melewati rute yang sama. Kami menyusuri rute jalan setapak yang berbeda namun masih sarat dengan jalan bebatuan nan terjal yang memompa adrenalin. Rute yang kami ambil kali ini tetap saja mengitari telaga yang sama yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Tetap menyuguhkan panorama yang luar biasa.
          Di tengah perjalanan turun, tak kami sangka ada bangunan besar yang dibangun sengaja untuk menampilkan film singkat sejarah Dieng, bangunan itu diberi nama Dieng Plateu Theater. Dengan harga tiket masuk yang tak terlalu mahal, wisatawan bisa menikmati sekaligus menambah wawasan tentang sejarah yang terjadi di daerah Dieng. Kami berenam memang tak ada niat untuk menontonnya karena kendala waktu. Kami hanya menikmati hangatnya kentang goreng yang dijual disekitar Dieng Plateu Theater. Kentang asli Dieng memang mempunyai cita rasa yang berbeda dengan kentang dari daerah lain. Apa lagi di goreng langsung di tempat dan dimakan di udara yang dingin, makin lahap kami memakannya cukup untuk mengganjal perut. Disekitar tak hanya kentang goreng yang dijual namun juga ada yang menjajakan souvenir bertuliskan Dieng untuk buah tangan. Lanjut kami berjalan turun masih dengan kudapan kentang goreng ditangan.
Akhirnya kami sampai di bawah, capek dan lapar memang sudah tak tertahankan. Kami berhenti di sepetak tanah yang datar cocok utuk mengistirahatkan kaki. Di situ sang kekasih mulai membuka tas berisikan lauk pauk buatannya sendiri dibantu oleh sang ibu. Tak ada rasa egois, makanan itu dibagi sama rata. Beberapa daging ayam pedas dan lauk lain yang menggoda selera langsung kami lahap tanpa ada sisa. Tidak kalah beberapa kue pencuci mulut, kami nikmati bersama. Setelah perut dapat asupan dan mengalirkan energi ke seluruh tubuh, kami siap meneruskan perjalanan yang sempat terhenti. Masih ada waktu sedikit untuk mengekplor daerah ini. Kami berjalan lagi dan menemukan beberapa gua- gua yang konon digunakan untuk  bermeditasi. Memang bisa dibayangkan, bila dahulu daerah ini masih sangat sepi jauh dari peradaban. Tak heran di sini ditemukan beberapa tempat untuk bermeditasi mencari pencerahan.

Chapter 3: Say Goodbye

          Tepat pukul 14.46 WIB, kami keluar dari pintu keluar Telaga Warna. Senyum masih terlihat di wajah kami karena ada kepuasan batin yang mendalam walaupun lelah dan letih mendera. Tak jauh dari situ ada penduduk lokal yang menjajakan makanan dan souvenir yang lebih banyak jumlahnya dan lebih beraneka ragam. Dapat dijumpai berbagai makanan khas Dieng seperti buah carica ataupun cabai raksasa yang kulitnya mirip seperti buah tomat. Terlihat aneh memang, namun sudah merupakan makanan khas yang patut dibeli untuk oleh- oleh karena tidak kita jumpai di daerah lain. Setelah cukup membeli oleh- oleh, kami duduk di jok tunggangan kami masing- masing dan siap untuk memulai perjalanan pulang.
          Kalau sudah sampai Dieng, sepertinya ada yang kurang kalau belum menginjakan kaki ke wisata kebun teh Tambi. Memang tempat itu terdengar sangat sederhana yaitu hanya hamparan kebun teh, tetapi jangan lah kaget kalau tempat ini masih sanggup menawarkan panorama nan hijau yang tak kalah memanjakan mata dan udara sejuk bebas dari polusi. Cocok untuk orang- orang kota yang berbeban berat karena pikiran dan mata terasa segar kembali di sini. Jangan lupa untuk mengabadikan diri berlatarbelakangkan kebun teh ini.
          Setelah berfoto ria, berat rasanya untuk meninggalkan tempat seperti ini. Namun waktu sudah menunjukan pukul 16.23 WIB. Sudah waktunya kami benar- benar pulang. Meskipun lelah namun masih ada hasrat untuk kembali berpetualang ke Dieng dan sekitarnya lagi karena sekarang ini tempat indah dan sejuk seperti ini sudah sangat jarang kita jumpai. Banyak tempat yang harusnya bisa kita pertahankan hijau dan menjadi paru- paru kota malah hancur diterpa semen dan beton yang keras. Gedung- gedung mewah menjulang tinggi, hitam aspal ada dimana- mana hanya untuk memfasilitasi mobil- mobil mewah tak peduli kelangsungan hidup sang alam yang terus terhimpit dan tertindas oleh roda zaman.

Chapter 4: Dari Kabut Sampai Ambarawa

          Meliak- liuk berkendara menyusuri jalan pegunungan. Tatapan pun linu karena cahaya lampu yang menyilaukan. Fokus ke depan hindari lubang- lubang mematikan aspal jalanan. Ketakutan akan kabut di Tledung pun terjawab sudah. Terlalu malam kami lewat, kabut pun turun. Namun beruntung bagi kami karena kabut tak turun dengan pekatnya, sepertinya kabut masih berbelas kasihan kepada kami. Jarak pandang masih bisa jauh ke depan. Namun yang menyiksa adalah udara malam khas pegunungan yang dingin menusuk tulang. Perlu kami berhenti sejenak untuk bertukar kaos tangan bahkan kami merangkap tambahan baju, jaket atau apapun yang bisa membuat badan sedikit lebih hangat.
Perjalanan yang menyiksa itu pun berakhir saat kami sampai di kota yang bernama Temanggung. Udara yang lebih hangat bisa kami rasakan dengan jelas. Tak lagi menggigil, berkendara pun jauh lebih santai. Namun jangan terlena dengan kehangatan kota ini, setelah melewati kota Temanggung, kami harus bertarung dengan mesin- mesin berat pengangkut pasir yang bergerak lambat. Diterpa solar yang hitam pekat tak membuat kami mundur untuk sampai di tujuan yaitu rumah kami. Harus sering menoleh belakang, menunggu kawan yang tertinggal di antara kawanan monster- monster besi penggilas aspal. Mata harus jeli menerabas celah- celah kecil di antara roda- roda besar agar cepat sampai di tujuan. Sungguh ironi memang, ingin istirahat meluruskan punggung namun harus mengambil resiko yang begitu besar.
          Tekad dan niat berhasil membawa kami di kota yang bernama Ambarawa. Disini kami istirahat dan bercerita masih bertemakan petualangan di Dieng. Rasa capek sepertinya tak menghalangi lidah kami yang masih bertenaga untuk terus bercerita tentang pengalaman yang sangat luar biasa ini. Ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan.  
Rasa lelah kami terbayar lunas dengan kepuasan berpetualang. Keindahan alam ciptaan Tuhan dan canda tawa kebersamaan adalah pesan yang dapat kami ambil dari petualangan kami kali ini. Tunggu kami di kisah petualangan- petualangan kami berikutnya…..SEE YOU…

Thx to:

Dewanti (iloveu)
Tyas
Febrika
Fatra
Nandu

                

Sabtu, 12 Mei 2012

TO JOGJA WITH LOVE (Trilogi) Part 2


PART 2: KEAJAIBAN OMBAK, ANGIN DAN PASIR PUTIH


TAK TERASA KAMI SAMPAI JUA
DI TUJUAN YANG TELAH DIRENCANAKAN
KEPUASAN MELIHAT HAMPARAN PANORAMA
MAMPU MEMBUANG SEMUA LETIH

SUARA PECAHAN OMBAK MENABRAK KARANG
DISERTAI ANGIN MENIUP PELAN
SEAKAN BERBISIK MEYAMBUT KAMI
MASUK KEDALAM KEINDAHAN KARYA TUHAN

BARCANDA BERSAMA DI TEPI PANTAI
MENYINGKIRKAN PENAT DALAM DADA
BERJALAN BERGANDENGAN DI GARIS PANTAI
TAK MAMPU KAMI MENAHAN SENYUM

TAK INGIN AKU BERKEDIP MEMANDANG RAMBUTMU
YANG KAU BIARKAN TERURAI TERSAPU ANGIN
JEMARIKU TAK MAMPU MENGELAK
UNTUK MERASAKAN HANGATNYA SENTUHANMU

TERDENGAR ORANG-ORANG TERTAWA LEPAS
BERLARIAN DI ATAS PASIR PUTIH
TERDENGAR ORANG-ORANG BERTERIAK KEGIRANGAN
BERCANDA BERSAMA OMBAK YANG MENGGULUNG

AKU HANYA MAMPU BERANDAI- ANDAI
INGINKU SELAMANYA SEPERTI INI
JAUH DARI KEBISINGAN KOTA
MERASA NYAMAN DI DEKAPAN SANG ALAM

Sabtu, 05 Mei 2012

TO JOGJA WITH LOVE (Trilogi)

PART 1 : RESTU IBU



KU BUKA MATA SAAT FAJAR MENYINGSING
HARAPAN TERBIT DARI UFUK TIMUR
TAK INGIN MENGKHIANATI WAKTU
AKU BANGUN DENGAN MATA HATI YANG TERBUKA

KU AWALI HARI DENGAN MELIPAT TANGAN
BERDOA AGAR JALAN DILURUSKAN
PERASAAN DI HATI BERSORAK- SORAI
PRATANDA TUHAN MENDENGAR DARI SANA

SEPERTI BERJALAN DI ATAS ANGIN
CEPAT AKU SAMPAI DI PELUKAN
MEMANDANG MATANYA YANG INDAH
MENJINAKAN RINDU YANG MEMBERONTAK

BERDUA BERANGKAT MENYUSURI JALAN
RESTU IBU SELALU MENYERTAI
NISCAYA TAK ADA BAHAYA YANG MENGHAMBAT
YAKINI SEMUA AKAN BAIK-BAIK SAJA

Rabu, 02 Mei 2012

Penghormatan Abadi Untuk Seorang Ayah


Darahnya mengalir di nadiku
Pikirannya bergejolak di kepalaku
Apa yang dia rasakan                                                  
Hati ini bergetar untuk ikut merasa

Senang rasanya
Melihat kegembiraan menyelimuti hatinya
Duka rasanya
Melihat kesediahan menggores hatinya
Meluap- luap rasanya
Melihat amarah membakar hatinya

Aku hanya ingin mencoba terus disisinya
Apa yang dia minta, aku berusaha penuhi
Apa yang dia beri, aku berusaha menjaganya
Tak ingin dia kecewa karena aku

Tetapi ingin kusampaikan kepadanya
Bahwa aku juga manusia biasa
Penuh kekurangan berlumur kelemahan
Aku bisa jadi yang dia inginkan
Tapi aku tak bisa untuk menjadi sempurna

Terimakasih atas naunganmu selama ini
Melindungiku dari teriknya matahari
Semoga aku bisa jatuh di semak hijau
Sebagai buah yang manis
Tak menjadi buah yang busuk
Kemudian kering yang dibuang ke dalam api.

Jumat, 27 April 2012

MENTARI SETELAH BADAI






Janganlah terus kamu menundukan kepala
Tataplah mataku dan ceritakan semua isi hatimu
Biarkan matamu mengatakan semua kebenaran
Hilangkan semua keraguan yang menutupi sinarmu

Pancarkan cahaya cintamu
Biar aku bisa merasakan kehangatannya
Tunjukan cintamu kepadaku
Agar aku bisa merasakan betapa kuat getarannya

Mari kita merasakan panas dingin dunia bersama
Kepalkan tangan untuk menghalau teriknya siang
Dekap diriku untuk hilangkan dinginnya malam
Bersama kita selamanya untuk saling melengkapi

Bila kamu takut akan derasnya hujan
Mendekatlah padaku berdiri di sisiku
Akan ku ajari kamu menari di tengah hujan
Dan dengarkan irama petir yang mengiringi kita

Bila kamu takut akan amukan badai
Mendekatlah padaku berdiri di sisiku
Akan ku ajari kamu melayang tinggi di tengah badai
Dan rasakan hembusan angin yang menerpa

Memang badai tak akan selamanya
Mentari akan muncul dari timur dengan senyuman
Kupu-kupu kan berterbangan dengan indahnya
Dan dengarkan mereka menyanyikan lagu cinta kita

Rabu, 25 April 2012

Coba Bayangkan...


Bayangkan apa yang kau punya, menghilang entah kemana
Bayangkan apa yang kau dapat, pergi begitu saja
Dengan begitu kau akan lebih bersyukur
Menghargai apa yang sekarang ada.

Bayangkan kau tidak bisa mendengar suaranya lagi
Bayangkan kau tidak bisa melihatnya selamanya
Dengan begitu kau akan lebih bersyukur
Menghargai setiap keberadaannya.

Bayangkan tak ada senyuman lagi di wajahnya
Bayangkan tak ada candanya lagi yang terdengar
Dengan begitu kau akan lebih bersyukur
Menghargai apa yang patut kau hargai.

Sabtu, 21 April 2012

ADIL?


Sebenarnya apa yang orang pintar pikirkan?
tak bisa aku ikuti alur pemikiran mereka!
tidakkah mereka melihat keadaan kami
mengais-ngais tanah demi sebutir beras
bayi kami kurus kekurangan gizi
ironisnya, mereka hidup foya-foya
menghamburkan uang demi harga diri pribadi
kami berteduh di gubug yang dingin saat malam hari
mereka bersembunyi dalam kehangatan rumah megah
kami berjalan tanpa alas kaki di atas aspal yang panas
dan mereka lewat tanpa sapa di dalam mobil yang dingin
APAKAH ITU ADIL?